Delematis

DELEMATIS..!


Dunia PerpustakaaN : Berdasarkan Undang-undang nomor 
43 tahun 2007 tentang perpustakaan; yang terdiri dari 54 pasal dan 14 Bab, dijelaskan singkat tentang perpustakaan madrasah/ sekolah  pada Bab 7 pasal 23 ayat (6) Sekolah/madrasah mengalokasikan dana paling sedikit 5% dari anggaran belanja operasional sekolah/madrasah atau belanja barang di luar belanja pegawai dan belanja modal untuk pengembangan perpustakaan.Begitu juga pada Bab XIV tentang Ketentuan Sanski pasal 52 yang terdiri dari 2 ayat yaitu
  1. Semua lembaga penyelenggara perpustakaan yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), Pasal 8, Pasal 22 ayat (2), Pasal 23, dan Pasal 24 dikenai sanksi administratif.
  1. Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Hal di atas sekadar pembuka kata bahwa perpustakaan sekolah/ madrasah mempunyai keberhakan dalam finansial.Masalah yang TampakDi Permendiknas RI No 25 tahun 2008, tidak diketemukan pustakawan harus melaporkan kerja ke guru (Bahasa Indonesia) senior, dalam waktu pengangkatan yang sama dengan kompetensi berbeda pada UU yang sama.Dari Latar Belakang KasusKisah sebuah perpustakaan SMA. Perpustakaan tsb. mengalami perenovasian bisa dikatakan baru mendapatkan sentuhan layak pada akhir April 2012, sebelumnya akan lebih jelas ditanyakan ke siswa atau pihak yang berada pada masa sebelum renovasi perpustakaan.Permasalahannya adalah, tenaga perpustakaan pertama bergelar TU perpustakaan diangkat pada Januari 2012 dengan gaji sebesar 75 ribu perbulan itu mengalami perubahan gaji pada ajaran baru 2012-2013 dan akan menerima gaji (Juli) 350 ribu pada Awal Agustus tahun 2012.Setelah berakhirnya Ujian Semester SMA pada Juni 2012. Tiga hari setelah itu Kepala Sekolah memanggil TU Perpustakaan tersebut dan mengatakan bahwa perpustakaan harus tetap dibuka hingga pembagian raport tanggal 23 Juni 2012. Si TU Perpustakaan mengiyakan dan Kepala sekolah kembali memberi penjelasan : “Setiap kerja yang terjadi pada perpustakaan, laporkan dahulu ke Bu Senior selaku guru Bahasa Indonesia senior. Bapak sebagai ‘pustakawan’-nya dan ini memang aturannya” begitu kurang lebih apa yang dikatakan kepala sekolah tersebut kepada TU Perpustakaan sekaligus perubahan profesi menjadi ‘Pustakawan’ pada minggu ke-3 Juni 2012 dan masih dengan gaji 75 ribu/ bulan.Sedikit menjelaskan latar belakang pustakawan tersebut, Si Pustakawan sedang melakukan proses akhir pembenahan perpustakaan tidak hanya data buku tetapi juga seluruh tetek bengek lantai lapuk segala. Dalam kesibukan yang maha padat tersebut, si Pustakawan menyempatkan pengurusan KTP-nya yang telah awal Januari 2012 kadaluarsa demi mencari tahu lagi tentang dunia kepustakaan dengan mengikuti UT- Belajar Jarak Jauh yang pendaftarannya dimulai pada awal Juli 2012.Semua data/ laporan mengenai pekerjaannya dalam perenovasian perpustakaan SMA telah dibuatnya dalam satu notes. Dan, ketika kepala sekolah menginstruksikan agar melaporkan seluruh aktifitas perpustakaan ke Bu guru Senior, maka Si Pustakawan melakukan instruksi tersebut; dengan memberikan lembar formulir pendaftaran kartu anggota perpustakaan ke Bu Senior berikut contoh kartu perpustakaan yang baru yang selama ini tidak memakai nomor seri, hanya ditulis dalam tulisan tangan-alakadarnya sehingga memungkinkan dimanipulasi oleh murid. (Sebelumnya perpustakaan seperti pasar buku gratis, berikut alat kelengkapan administrasi-nya, seringkali hilang. Apatah lagi buku)Sekarang perpustakaan sudah memperlihatkan wujudnya yang baru. Dengan mengandalkan pencahayaan dari jendela kaca berterali yang selama ini tertutup oleh rak-rak buku dan tata ruang yang buruk. Katalog, nomor rak dan kelengkapan identitas buku serta ruang arsip; meja administrasi untuk sirkulasi harian, meja tamu serta skop-skop di ruang 8 x 16 meter tersebut telah juga diatur oleh si Pustakawan dan hasilnya menakjubkan untuk waktu tidak mencapai 3 bulan.Seluruh buku telah didata berapa jumlah dan judulnya. Apakah guru senior yang ditunjuk kepala sekolah tersebut mengetahui? Pustakawan tersebut menjawab dengan lantang “Tidak sama sekali”. Apakah guru senior yang berpengalaman lebih dari 4 tahun mengajar “Bahasa Indonesia” tersebut juga membantu pada proses pendataan buku atau pada huruf kapital Btentang Kompetensi pada Permendiknas nomor 20 tahun 2008? “Tidak sama sekali”, ujar Si Pustakawan lagi. si guru senior sedang berada di Jambi dalam rangka mengikuti sertifikasi guru, bukan pustaka. Boro-boro mengurusi perpustakaan, meliriknya pun jarang.Seperti yang lain, yang seringkali mencari kesalahan dengan mengatasnamakan undang-undang, tetapi perlu klarifikasi untuk kasus ini.Penunjukan yang dilakukan Kepsek, bahwa yang bertanggung-jawab adalah guru senior-jelas, sama sekali tidak terdapat pada permendiknas No 25 tahun 2008. Pada pasal 1 memang disebutkan bahwa : Standar tenaga perpustakaan sekolah/madrasah mencakup kepala perpustakaan sekolah/madrasah dan tenaga perpustakaan sekolah/madrasah.Didalam Permendiknas tersebut juga disebutkan tentang kualifikasi pendidikan bagi masing-masing jabatan terdapat di perpustakaan, berikut bunyi pada bagian:
  1. A.    KUALIFIKASI
Setiap sekolah/madrasah untuk semua jenis dan jenjang yang mempunyai jumlah tenaga perpustakaan sekolah/madrasah lebih dari satu orang, mempunyai lebih dari enam rombongan belajar (rombel), serta memiliki koleksi minimal 1000 (seribu) judul materi perpustakaan dapat mengangkat kepala perpustakaan sekolah/madrasah.1. Kepala Perpustakaan Sekolah/Madrasah yang melalui Jalur PendidikKepala perpustakaan sekolah/madrasah harus memenuhi syarat:a. Berkualifikasi serendah-rendahnya diploma empat (D4) atau sarjana (S1);b. Memiliki sertifikat kompetensi pengelolaan perpustakaan sekolah/madrasah dari lembaga yang ditetapkan oleh pemerintah;c. Masa kerja minimal 3 (tiga) tahun.2. Kepala Perpustakaan Sekolah/Madrasah yang melalui Jalur Tenaga KependidikanKepala perpustakaan sekolah dan madrasah harus memenuhi salah satu syarat berikut:a. Berkualifikasi diploma dua (D2) Ilmu Perpustakaan dan Informasi bagi pustakawan dengan masa kerja minimal 4 tahun; ataub. Berkualifikasi diploma dua (D2) non-Ilmu Perpustakaan dan Informasi dengan sertifikat kompetensi pengelolaan perpustakaan sekolah/madrasah dari lembaga yang ditetapkan oleh pemerintah dengan masa kerja minimal 4 tahun di perpustakaan sekolah/madrasah.3. Tenaga Perpustakaan Sekolah/MadrasahSetiap perpustakaan sekolah/madrasah memiliki sekurang-kurangnya satu tenaga perpustakaan sekolah/madrasah yang berkualifikasi SMA atau yang sederajat dan bersertifikat kompetensi pengelolaan perpustakaan sekolah/madrasah dari lembaga yang ditetapkan oleh pemerintah.Pada Permendiknas di atas terdapat beberapa kalimat yang memang sengaja dihitamkan penulis, guna memberikan perbandingan dari tiap-tiap kepala perpustakaan yang melalui jalur pendidik (posisi 1) maupun jalur tenaga kependidikan (posisi 2) terhadap si Pustakawan yang berada pada posisi ke 3.Jika perpustakaan berada pada posisi dimana tidak satu pun baik itu Jalur Pendidik maupun Tenaga Kependidikan yang terdapat pada perpustakaan tersebut. Dalam hal ini posisi 1 Kepala Perpustakaan Sekolah yang kita sebut sebagai guru Bahasa Indonesia Senior tersebut dengan posisi 3 Tenaga Perpustakaan yang hanya tamat SMA, si Pustakawan itu. Guru senior tersebut sama sekali tidak mempunyai pengalaman dalam mengelola perpustakaan, walaupun masa kerjanya telah memenuhi syarat ‘lebih dari tiga tahun’,- sedangkan Si Pustakawan tersebut memegang dan sedang mengelola seluruh perpustakaan tanpa andil sedikit pun dari Si guru senior.Premis Ketidak-efektifan. Mubadzir.
  1. Jika dimintai data tentang apa yang terdapat dalam perpustakaan lalu menemui si guru senior (yang tanpa koordinasi si pustakawan), maka apakah data tersebut layak dijadikan acuan validitas (data)nya?
  1. Kepala sekolah menunjuk seseorang (Si Guru Senior) sebagai kepala perpustakaan, lalu seperti mengabaikan (jerih payah) dilakukan oleh Si Pustakawan, dengan alasan berdasarkan undang-undang atau aturan yang berlaku kemudian memberikan struktur pada perpustakaan dengan Kepala perpustakaan adalah guru senior tersebut. Lalu, terlaksanakanlah undang-undang, yang katanya dibuat demi keadilan dan kesejahteraan (?). Terdengar jelas suara harap dari lubuk-sudut mata Sang Pustakawan, ”Oh, seperti ini rupanya sosok keadilan itu!” kemudian Si Pustakawan;
  1. Menyisihkan gajinya yang sedikit dan pas lah dikalkulasikan untuk melanjutkan studi ke jenjang S1 atau D-IV demi harap agar perpustakaan yang dibenahinya selama ini tidak menjadi aniaya atau umpat olehnya akibat instruksi Kepsek tersebut. Sembari membaca lemah pada bagian;
B. KOMPETENSI1. Kepala Perpustakaan Sekolah/Madrasah2. Tenaga Perpustakaan Sekolah/MadrasahSeandainya pun guru senior tersebut mengatakan, “Bertambah lagi pekerjaan saya…” lalu memberi simpulan, “Ada baiknya kamu (Si Pustakawan) yang menjadi kepala perpustakaan dikarenakan pekerjaan saya sebagai guru Bahasa Indonesia sudah cukup banyak dan ribet”, maka tentu dalam menyusuri jenjang pengalaman dan karier pendidikan, Si Pustakawan akan berterima kasih terhadap Senior tersebut, namun bagaimana bila sebaliknya. Si Guru senior merasa ini adalah batu loncatannya ke jenjang lebih tinggi lagi apalagi bertambah pengalaman di bidang perpustakaan- sebagai guru-makin pula tentunya. Maka, bagaimanakah menyikapinya?Kesimpulan SementaraPermasalahan seperti hal-nya di atas terjadi, atau barangkali di beberapa sekolah terdapat perpustakaan di dalamnya. Tentu pula akan menarik jika permasalahan seperti kasus di atas dijadikan tidak hanya bacaan tetapi juga renungan. Kita berbicara tentang keadilan, tentang layak atau tidaknya seseorang itu menjadi pustakawan. Perlu diketahui mengenai kasus di atas bahwa perpustakaan tsb. tetap tidak berubah sama sekali walaupun pada tahun sebelumnya dikepalai oleh seorang S2 Pendidikan. Sehingga dapat disimpulkan sementara bahwa perpustakaan di atas (boleh jadi perpustakaan di tempat lain) menghadapi dilema yang seharusnya tidak ada, karena memang urusannya bukanlah undang-undang, akan tetapi;kemauan dan kemampuan.Konvensional seringkali menjadi kambing hitam demi kepentingan. Namun, lumrah, sebab setiap orang mempunyai kepentingan. Seandainya pustakawan tersebut tetap berada dalam instruksi dan guru senior pun menjadi kepala perpustakaan, maka tentu tidak akan membuat perpustakaan menjadi mati atau lumpuh karenanya.Pula, keberpihakan berada pada si Pustakawan berikut integritasnya dalam mengelola perpustakaan menjadi lebih baik, pun, Si Pustakawan musti banyak mengambil hikmah dari keilmuannya yang kurang, ditilik dari persepsi jenjang pendidikan.Seandainya hendak mencari pokok/ sumber permasalahan, maka Kepala Sekolah adalah pihak tsb.  disebabkan kekeliruan dalam memahami perundang-undangan yang saling berkaitan satu dengan yang lain, maka timbul polemik semakin melebar-melenceng dari tujuan perpustakaan-tujuan pendidikan-lah pada hakekatnya! Ibarat pribahasa berbunyi,Kalaulah tak ada api, mana mungkin ada asap.Seandainya, Kepala sekolah tidak memberikan keputusan satu arah maka tentu Si Pustakawan tidak berpikir macam-macam atau setidaknya, Si Pustakawan tetap sibuk berada di dalam perpustakaan, tanpa terlalu berat memikirkan nasib karier-nya, dan Kepala Sekolah punya banyak waktu menimbang keputusan terbaik; toh, sang guru senior-sedang berada pada kesibukannya pula.Namun, seandainya pula dipinta memutuskan; mana yang dipilih dari pilihan pada kasus di atas, maka Pustakawan-lah yang pantas mengepalai perpustakaan. Bukan karena latar belakang realita jenjang pendidikan kebanyakan selama ini tidak memberi andil apa-apa selain komisi, tunjangan dan karier, atau hendak memanas-manasi agar asap semakin mengepul tak tau arah- sehingga terbengkalai lah perpustakaan dan orang-orang yang membutuhkan keberadaannya_di samping hendak menegaskan tentang paradigma pencerdasan selama ini hanya menjadi teoritas belaka tanpa memandang efek buruk bagi polemik dianggap lumrah dan tidak apa-apa itu,-terhadap keberlangsungan generasi ke depan!Tetapi juga, alangkah manusiawikah kita sebagai manusia, berambisi banyak namun melupakan kemampuan. Chairil Anwar pun memiliki satu nyawa ketika bait ku ingin hidup seribu tahun lagi tertulis. Semoga, tiada ucapan terlontar, “Perpustakaan bukan satu-satunya tempat berkasih-kasih dengan buku!” Oleh Pustakawan dalam ke-apatisannya.Kepala sekolah tentu tidak mau disalahkan begitu saja. Dengan kekuasaannya dan kekuatan birokratisasi yang sedarah-sedaging selama ini tentu akan berdalih beribu macam sehingga keruh permasalahan semakin tidak menentu. Memang, semua pihak berada pada koridor ini adalah masing-masing mempunyai kepentingan. Karier atau harta merupakan unsur modal terpenting menurut para motivator  sebab “nama baik” terdapat di dalamnya, -semua setuju akan hal ini, anda pun begitu tentunya. Begitu juga dengan Kepala Sekolah.Jika memang benar kondisi birokrasi terlampirkan dengan baik dan betul, maka semenjak tahun-tahun sebelum sekarang sudah tentu keadaan akan semakin baik pula tentunya pada tahun berjalan. Mari kita lihat kenyataannya! Anda pun melihat dan merasakannya, bukan?Bukan hendak memanas-manasi api yang telah berkobar, namun perlu lah kita melirik kembali ke masa dimana perundang-undangan diciptakan agar gerak laju mobilitas dari masing-masing pihak yang berada pada tiap-tiap pos, apakah itu perpustakaan, kependidikan, dsb; atau letak pos tersebut, entahkah di kepala atau di sikil sekali pun, tetaplah sama, yaitu, “sistemik” guna tetap ideal, tidak berpenyakit akibat tersumbatnya aliran darah pada tiap-tiap pos, agar tidak tampak besar hidung daripada kepala atupun sebaliknya,  agar pasak tidak terlalu besar dan tiang tidak terlalu arogan menantang.Tentulah itu harapan semua pos, tentulah harap semua pihak. Tetapi, kenyataan terjadi dengan banyak sekali undang-undang terbit, semakin amburadul saja implementasi-nya. Jika kekeliruan ini disadari kemudian menjadi harapan kemudian berpikir jernih, akurat dan manusiawi lalu bekerja bersama dengan menyamakan persepsi dari diskusi-diskusi membangun tercipta dari niatan baik tersebut, maka akan lega aliran ter-aliri.- Yang bilamana seandainya-pun ditinggalkan, maka sistem akan terus berjalan dan undang-undang akan mengalami amandemen.
https://www.facebook.com/groups/solidaritaspustakawanindonesia

0 komentar: